Pernahkah kau bayangkan wahai saudaraku, ketika dirimu berada di hadapan
KEMATIAN? Malaikat maut tepat berada di atas kepalamu, nafasmu tersengal,
mulutmu terkunci, anggota badanmu lemas, matamu terbelalak, di sekitarmu penuh
dengan tangis dan air mata, nyawamu meregang, namun kau tak dapat
menghindarinya.
Saat itu, telah datang ketentuan Allah untukmu, Jiwamu meregang lalu nyawamu diangkat ke langit. Kebahagiaan atau kesengsaraankah yang akan kau dapat???
Pernahkah engkau memikirkan SAAT-SAAT KEMATIAN sedangkan engkau tetap dalam keadaanmu saat ini?
Lebih mencintai hawa nafsu daripada akhiratmu?
Lebih menyukai gelak tawa yang melalaikanmu dari rasa takut kepada Allah daripada memikirkan akhiratmu?
Lebih mencintai harta yang kau dapatkan dari pekerjaan yang mendatangkan kemurkaan Allah daripada keselamatan akhiratmu?
Lebih mencintai istri atau anak-anak yang membangkang (durhaka) kepada Allah daripada mengutamakan keridhaan-Nya?
Lebih mengutamakan melanggar larangan-Nya daripada mentaati-Nya?
Mengaku cinta kepada-Nya tapi mengutamakan selain-Nya?
Boleh jadi dirimu akan berkata dalam hatimu :
"Tentu saja saat itu aku akan mengucapkan LAA ILLAAHA ILLALLAH."
Tidak mungkin, wahai saudaraku, jika engkau masih tetap lalai dari kebenaran (untuk mengamalkannya) hingga tiba saat-saat kematianmu. Engkau tidak akan mampu mengucapkannya, bahkan dirimu akan berharap agar dihidupkan kembali, atau diberi kesempatan sekali lagi.
Saudaraku, tahukah engkau bila hari kematianmu? Di mana engkau akan mati? dan bagaimana kau akan mati? Demi Allah, engkau tidak akan tahu dan engkaupun takkan pernah boleh mengetahui bahawa hari esok masih ada untukmu!
Firman Allah subhanahu wa ta'ala:
"... Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan." [Al Mu'minuun: 99-100]
Tatkala Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berada di ambang kematian, tiba-tiba beliau MENANGIS. Orang-orang bertanya: "Apa yang membuatmu menangis?" Beliau menjawab: "Jauhnya perjalanan, sedikitnya perbekalan dan banyaknya aral rintangan. Sementara tempat kembali bisa ke Jannah, bisa juga ke Naar."
Subhanallah! Kalau salah seorang sahabat mulia Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu saja masih TAKUT dan MENANGIS ketika menghadapi kematian, bagaimana kita yang miskin ilmu, amal dan dzalim ini merasa siap menghadapi kematian?
Wahai saudaraku para hamba Allah yang sedang meniti jalan menuju Rabbnya..
Janganlah luasnya rahmat dan ampunan Allah menjadikan kita MERASA AMAN dari siksa dan adzab-Nya.
Janganlah kita merasa bahawa segala amalan yang kita kerjakan PASTI DITERIMA oleh-Nya, siapakah yang boleh menjamin itu semua? Adakah garansinya akan hal itu saudaraku.
Ketahuilah saudaraku bahawa ...
"Rosaknya hati adalah kerana MERASA AMAN (dari adzab Allah)...."
Saudaraku...
Teruslah menuduk dalam ketertundukan diri, dalam takutnya diri, dalam pengharapan diri akan Rahmat, Reda dan Ampunan-Nya.
Saat itu, telah datang ketentuan Allah untukmu, Jiwamu meregang lalu nyawamu diangkat ke langit. Kebahagiaan atau kesengsaraankah yang akan kau dapat???
Pernahkah engkau memikirkan SAAT-SAAT KEMATIAN sedangkan engkau tetap dalam keadaanmu saat ini?
Lebih mencintai hawa nafsu daripada akhiratmu?
Lebih menyukai gelak tawa yang melalaikanmu dari rasa takut kepada Allah daripada memikirkan akhiratmu?
Lebih mencintai harta yang kau dapatkan dari pekerjaan yang mendatangkan kemurkaan Allah daripada keselamatan akhiratmu?
Lebih mencintai istri atau anak-anak yang membangkang (durhaka) kepada Allah daripada mengutamakan keridhaan-Nya?
Lebih mengutamakan melanggar larangan-Nya daripada mentaati-Nya?
Mengaku cinta kepada-Nya tapi mengutamakan selain-Nya?
Boleh jadi dirimu akan berkata dalam hatimu :
"Tentu saja saat itu aku akan mengucapkan LAA ILLAAHA ILLALLAH."
Tidak mungkin, wahai saudaraku, jika engkau masih tetap lalai dari kebenaran (untuk mengamalkannya) hingga tiba saat-saat kematianmu. Engkau tidak akan mampu mengucapkannya, bahkan dirimu akan berharap agar dihidupkan kembali, atau diberi kesempatan sekali lagi.
Saudaraku, tahukah engkau bila hari kematianmu? Di mana engkau akan mati? dan bagaimana kau akan mati? Demi Allah, engkau tidak akan tahu dan engkaupun takkan pernah boleh mengetahui bahawa hari esok masih ada untukmu!
Firman Allah subhanahu wa ta'ala:
"... Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan." [Al Mu'minuun: 99-100]
Tatkala Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berada di ambang kematian, tiba-tiba beliau MENANGIS. Orang-orang bertanya: "Apa yang membuatmu menangis?" Beliau menjawab: "Jauhnya perjalanan, sedikitnya perbekalan dan banyaknya aral rintangan. Sementara tempat kembali bisa ke Jannah, bisa juga ke Naar."
Subhanallah! Kalau salah seorang sahabat mulia Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu saja masih TAKUT dan MENANGIS ketika menghadapi kematian, bagaimana kita yang miskin ilmu, amal dan dzalim ini merasa siap menghadapi kematian?
Wahai saudaraku para hamba Allah yang sedang meniti jalan menuju Rabbnya..
Janganlah luasnya rahmat dan ampunan Allah menjadikan kita MERASA AMAN dari siksa dan adzab-Nya.
Janganlah kita merasa bahawa segala amalan yang kita kerjakan PASTI DITERIMA oleh-Nya, siapakah yang boleh menjamin itu semua? Adakah garansinya akan hal itu saudaraku.
Ketahuilah saudaraku bahawa ...
"Rosaknya hati adalah kerana MERASA AMAN (dari adzab Allah)...."
Saudaraku...
Teruslah menuduk dalam ketertundukan diri, dalam takutnya diri, dalam pengharapan diri akan Rahmat, Reda dan Ampunan-Nya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan